Rabu, 30 Maret 2011

Implementasi Pengembangan Nilai-nilai Pancasila



A.  Pendahuluan
Penyajian implementasi Pengembangan Nilai-Nilai Pancasila ini penulis kemas dalam empat pokok bahasan yaitu :
1.      Implementasi Pengembangan Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat
2.      Implementasi Pengembangan Nilai-Nilai Pancasila dalam Meningkatkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
3.      Implementasi Pengembangan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Sila-Sila Pancasila
4.     Implementasi Pengembangan Nilai-Nilai Pancasila dalam Tuntunan Tingkah Laku

B.   Implementasi Pengembangan Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat
Memahami implementasi Pancasila dalam kehidupan masyarakat sangat penting dilakukan agar setiap warga negara dalam berpikir, dan bertindak berdasarkan etika yang bersumber dari Pancasila. Pancasila bagi bangsa Indonesia merupakan pandangan hidup dan dasar negara. Pancasila sebagai pandangan hidup mempunyai arti setiap warga negara dalam kehidupan sehari-hari menggunakan Pancasila sebagai petunjuk hidup dalam rangka mencapai daya saing bangsa, kesejahteraan dan keadilan, baik lahir maupun batin. Pemahaman implementasi Pancasila diharapkan akan adanya tata kehidupan yang serasi dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Bagian selanjutnya menjelaskan beberapa pemahaman implementasi Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara yang dapat dijadikan pedoman dalam berkehidupan, bermasyarakat dan bernegara.

1.   Implementasi Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan Yang Maha Esa, sila ini menghendaki setiap warga negara untuk menjunjung tinggi agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Setiap warga negara diharapkan mempunyai keyakinan akan Tuhan yang menciptakan manusia dan dunia serta isinya. Keyakinan akan Tuhan tersebut diwujudkan dengan memeluk agama serta kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam rangka menjalankan kehidupan beragama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, terdapat beberapa pedoman yang dapat dilakukan oleh warga negara, yaitu:
a.   Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Setiap warga negara Indonesia harus percaya dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Pengertian percaya adalah setiap warga negara menerima sesuatu yang berasal dari Tuhan sebagai kebenaran dan menganutnya. Sedangkan pengertian taqwa adalah adanya kepatuhan setiap pemeluk agama dengan adanya kesadaran dan iman untuk melaksanakan segala perintah Tuhan dan menjauhkan semua larangan-Nya.
Pemahaman percaya  dan bertaqwa ini berimplikasi bahwa setiap pemeluk agama dan kepercayaan harus memahami ajaran agama dan melaksanakan dengan baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman agama dapat dilaksanakan dengan memberikan pendidikan, serta kemauan belajar tentang agama, tentang apa yang harus dijalankan dan apa yang dilarang oleh Tuhan. Oleh sebab itu, segala macam bentuk amal perbuatan atas dasar keyakinan agama, harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan proses pembelajaran. Bentuk-bentuk amalan dan perbuattan dengan dasar keyakinan agama tanpa didasari ilmu dan proses belajar dari setiap individu akan menyebabkan kekurangyakinan akan ketuhanan dan bisa terjadi kesalahan dalam menjalankan perintah Tuhan.
b.   Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
Pancasila, sesuai dengan butir ke-2, sila pertama menghendaki adanya kerjasama antar pemeluk agama dan kepercayaan untuk mencapai kerukunan hidup umat bersama. Bekerja sama diartikan bahwa setiap pemeluk agama melakukan pekerjaan secara bersama-sama menurut kesepakatan sehingga terjadi persatuan dalam suatu wilayah. Seperti diketahui bahwa agama dan kepercayaan setiap warga negara adalah berbeda, namun demikian setiap warga negara diharapkan dapat bekerja sama untuk urusan sosial dan kemasyarakatan sehingga tercipta kerukunan antarumat beragama. Setiap individu masyarakat tetap menjalankan ibadah sesuai agamanya, dan di dalam  masyarakat yang berbeda-beda agama dan kepercayaan, pemeluk Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu, dan aliran kepercayaan, tetap menjalankan agama dan kepercayaannya, dan di masyarakat dapat membuat kesepakatan untuk bekerja sama dalam berbagai hal seperti penanggulangan kemiskinan dan peningkatan perekonomian, pengamanan lingkungan, perbaikan sarana dan prasarana, peningkatan kesehatan, olehraga, pendidikan dan lain sebagainya.
c.   Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Setiap pemeluk agama dan kepercayaan dapat menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya dengan perasaan bebas, aman, dan nyaman. Penganut agama Islam dapat beribadah di masjid, umat Kristen dan Katolik beribadah di gereja, umat Budha di wihara,  umat Hindu di pura, umat Konghucu di klenteng, dan bermacam bentuk tempat ibadah lain. Setiap warga negara harus bekerja sama  agar setiap pemeluk agama dapat beribadah sesuai dengan agamanya. Setiap warga negara tidak boleh menghalangi, mengganggu, bahkan menghancurkan peribadatan agama lain. Oleh sebab itu, setiap warga negara dapat bermusyawarah dan bekerja sama untuk menentukan tempat-tempat ibadah yang sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya, tidak berlebihan dan tidak memaksakan antar satu agama dengan agama lain. Seyogyanya ibadan agama dilaksanakan di tempat peribadatan yang sudah ditentukan dan layak dengan prinsip tidak mengganggu ketentraman masyarakat.
d.   Tidak memaksanakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
Ketaqwaan mengharuskan penerimaan kebenaran Tuhan kepada umat manusia sesuai agama dan kepercayaan. Dalam masyarakat dengan jumlah agama dan kepercayaan lebih dari satu, tidak boleh ada pemaksaan agama dari satu agama ke agama lain dengan cara apapun. Kegiatan dakwah dan penyebaran agama tidak boleh ditujukan kepada orang yang sudah beragama harus dikembangkan sejak dini. Keyakinan bahwa ”agamaku adalah agamaku, dan agamamu adalah agamamu” harus ditekankan kepada setiap warga negara.

2.   Implementasi Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kedua Pancasila ini mengandung makna warga negara Indonesia mengakui adanya manusia yang bermartabat (bermartabat adalah manusia memiliki kedudukan, dan derajat yang lebih tinggi dan harus dipertahankan dengan kehidupan yang layak), memperlakukan sesama manusia secara adil (adil dalam pengertian tidak berat sebelah, jujur, tidak berpihak dan memperlakukan orang secara sama) dan beradab (beradab dalam arti mengetahui tata krama, sopan santun dalam kehidupan dan pergaulan) di mana manusia memiliki daya cipta, rasa, niat, dan keinginan sehingga jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan. Jadi sila kedua ini menghendaki warga negara untuk menghormati kedudukan setiap manusia dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, setiap manusia berhak mempunyai kehidupan yang layak dan bertindak jujur serta menggunakan norma sopan santun dalam pergaulan sesama manusia. Butir-butir implementasi sila kedua adalah sebagai berikut:
a.   Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Butir ini menghendaki bahwa setiap manusia mempunyai martabat, sehingga tidak boleh melecehkan manusia yang lain, atau menghalangi manusia lain untuk hidup secara layak, serta menghormati kepunyaan atau milik (harta, sifat, dan karakter) orang lain serta menjalankan kewajiban atau sesuatu yang harus dilakukan sesama manusia yaitu menghormati hak manusia lain seperti hak hidup, rasa aman, dan hidup layak.
b.   Saling mencintai sesama manusia. Kata cinta menghendaki adanya suatu keinginan yang besar untuk memperoleh sesuatu dan rasa untuk memiliki dan kalau perlu berkorban untuk mempertahankannya. Oleh sebab itu, terhadap sesama manusia yang berbeda baik agama, suku, pendidikan, ekonomi, politik, sebaran geografi seperti kota dan desa, dan lain-lain, sebagai manusia Indonesia, kita harus tetap memiliki keinginan untuk mencintai sesama manusia (yaitu rasa memiliki dan kemauan berkorban untuk sesama manusia) sehingga tercipta hidup rukun damai dan sejahtera.
c.   Mengembangkan sikap tenggang rasa. Tenggang rasa menghendaki adanya usaha dan kemauan dari setiap manusia Indonesia untuk menghargai dan menghormati perasaan orang lain. Oleh sebab itu, butir ini menghendaki, setiap manusia Indonesia untuk saling menghormati perasaan satu sama lain dengan menjaga keseimbangan hak dan kewajiban. Sebagai contoh selalu memberikan kritik yang membangun dengan cara yang santun dan berfokus pada permasalahan alih-alih kepada individu.
d.   Tidak semena-mena terhadap orang lain. Semena-mena berarti sewenang-wenang, berat sebelah, dan tidak berimbang. Oleh sebab itu, butir ini menghendaki, perilaku setiap manusia terhadap orang tidak boleh sewenang-wenang, harus menjunjung hak dan kewajiban. Manusia karena kemampuan dan usahanya sehingga mempunyai kelebihan dibandingkan yang lain baik dalam hal kekuasaan, ekonomi atau kekayaan dan status sosial tidak boleh semena-mena, bertindak sesukanya, karena setiap manusia pada dasarnya mempunyai martabat dan berhak hidup yang layak dan terhormat.
e.   Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Setiap warga negara Indonesia harus menjunjung tinggi dan melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan dengan baik seperti: (1) mengakui adanya masyarakat yang bersifat majemuk (berbeda suku, agama, kekayaan, kepandaian, dan lain-lain) dan saling menghargai adanya perbedaan tersebut, (2) melakuykan musyawarah dengan dasar kesadaran dan kedewasaan untuk menerima kompromi, (3) melakukan sesuatu dengan pertimbangan moral dan ketentuan agama, (4) melakukan perbuatan dengan jujur dan kompetisi yang sehat, (5) memperhatikan kehidupan yang layak antar sesama, dan (6) melakukan kerja sama dengan itikad baik dan tidak curang.
f.    Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan diartikan suka sekali melakukan kegiatan kemanusiaan sehingga setiap manusia dapat hidup layak, bebas, dan aman. Kegiatan kemanusiaan yang dapat dilakukan seperti donor darah, memberikan santunan anak yatim dan orang tidak mampu, memberikan bantuan untuk bencana alam, atau memberikan bantuan hukum bagi yang membutuhkan.
g.   Berani membela kebenaran dan keadilan. Butir ini menghendaki setiap manusia Indonesia untuk mempunyai hati yang mantap (tidak ragu-ragu) dan percaya diri dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Kebenaran adalah sesuatu yang bersumber dari ketentuan hukum yang berlaku, dan keadilan merujuk pada perlakuan yang sama terhadap warga negara. Oleh sebab itu, sesuatu yang melawan hukum dan tindakan diskriminatif harus ditentang oleh setiap warga negara. Contoh perbuatan melawan hukum adalah korupsi, nepotisme, mencuri, menggunakan narkoba, dan seterusnya. Contoh tindakan diskriminatif adalah mengutamakan suku dan agama tertentu, menghambat pelayanan administrasi misalnya pengurusan KTP untuk warga negara tertentu, dan lain-lain.
h.   Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap saling menghormati dengan bangsa lain. Butir ini menghendaki bahwa sesama negara, sama halnya dengan sesama manusia harus saling menghormati. Sikap menghormati ini dapat dilakukan dengan menghormati kedaulatan suatu bangsa, dan menjalin kerja sama yang saling menguntungkan.

3.   Implementasi Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Sila persatuan Indonesia merujuk pada persatuan yang utuh dan tidak terpecah belah atau bersatunya bermacam-macam perbedaan suku, agama, dan lain-lain yang berada di wilayah Indonesia. Persatuan ini terjadi karena didorong keinginan untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian abadi. Butir-butir implementasi sila ketiga adalah sebagai berikut:
a.   Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan serta keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau  golongan. Butir ini menghendaki warga negara Indonesia menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Oleh sebab itu, perang antar suku, dan agama tidak perlu terjadi, kita harus saling menghormati dan bersatu demi Indonesia. Pemain politik dan ekonomi tidak boleh mengorbankan kepentingan negara demi kelompoknya seperti penjualan aset negara, melakukan nepotisme, dan lain-lain sehingga negara harus melakukan pengawasan yang bersifat aktif terhadap penyelamatan kepentingan negara.
b.   Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Butir ini menghendaki setiap warga negara rela memberikan sesuatu sebagai wujud kesetiaan kepada negara. Pengorbanan kepada negara ini dapat dilakukan dengan menjadi militer sukarela, menjaga keamanan lingkungan, menegakkan disiplin, dan bagi sebagian besar warga negara dilakukan dengan bekerja keras dan taat membayar pajak sebagai kewajiban warga negara.
c.   Cinta tanah air dan bangsa. Butir ini menghendaki setiap warga negara mencintai atau adanya keinginan setiap warga negara memiliki rasa ke Indonesiaan. Kecintaan akan Indonesia dapat dilakukan dengan mengagungkan nama Indonesia dalam berbagai kegiatan, seperti olimpiade olah raga maupun ilmu pengetahuan, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, dan melestarikan kekayaan alam dan budaya Indonesia.
d.   Bangga sebagai bangsa Indonesia bertanah air Indonesia. Butir ini menghendaki adanya suatu sikap yang terwujud dan tampak dari setiap warga negara Indonesia untuk menghargai tanah air Indonesia, mewarisi budaya bangsa, hasil karya, dan hal-hal yang menjadi milik bangsa Indonesia. Sikap bangga ini ditunjukkan dengan berani dan percaya diri menunjukkan identitas sebagai warga negara Indonesia baik lewat budaya, perilaku, dan teknologi yang berkembang di Indonesia, mencintai produk Indonesia adalah wujud rasa bangga bertanah air Indonesia.
e.   Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Butir ini menghendaki adanya pergaulan, dan hubungan baik ekonomi, politik, dan budaya antarsuku, pulau dan agama, sehingga terjalin masyarakat yang rukun, damai dan makmur. Kemakmuran terjadi karena pada dasarnya setiap suku, agama, dan pulau mempunyai kekhususan yang bernilai tinggi, dan hal ini juga bermanfaat bagi yang lain, sehingga tukar-menukar ini akan meningkatkan nilai kesejahteraan bagi manusia.



4.   Implementasi Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila keempat ini mempunyai makna bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat, dan dalam melaksanakan kekuasaannya, rakyat menjalankan sistem perwakilan (rakyat memilih wakil-wakilnya melalui pemilihan umum) dan keputusan-keputusan yang diambil dilakukan dengan jalan musyawarah yang dikendalikan dengan pikiran yang sehat, jernih, logis, serta penuh tanggung jawab baik kepada Tuhan maupun rakyat yang diwakilinya. Butir-butir implementasi sila keempat adalah sebagai berikut:
a.   Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. Butir ini menghendaki masyarakat harus mengawal wakil rakyat yang dipilih lewat pemilu, agar setiap keputusan wakil rakyat mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. Keputusan penting seperti penjualan aset negara, perjanjian imbang dagang antar negara, impor beras, kenaikan BBM dan listrik, dan lain-lain harus berdasar kepentingan rakyat dan bukan kepentingan pejabat. Rakyat dalam hal ini berperan aktif dalam memberikan koreksi yang membangun dengan cara santun, dan memberi sanksi setiap pelanggaran pada pemilu selanjutnya.
b.   Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Butir ini menghendaki setiap warga negara untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, menghormati setiap perbedaan, dan dengan akal sehat melakukan kompromi demi kebaikan masyarakat dan negara.
c.   Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Butir ini menghendaki adanya musyawarah yaitu pembahasan secara bersama-sama atas suatu penyelesaian masalah. Oleh sebab itu, dalam mengambil keputusan mengenai suatu masalah harus melibatkan pihak-pihak lain yang berkepentingan, dan memecahkan secara bersama. Musyawarah dapat dilakukan dalam pemecahan masalah di dalam keluarga, masyarakat dan negara.
d.   Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. Butir ini menghendaki agar pengambilan keputusan secara bersama-sama didasarkan semangat kekeluargaan yaitu hubungan kekerabatan yang sangat erat dan mendasar di masyarakat. Dengan adanya rasa kekerabatan yang erat, maka musyawarah akan berjalan dengan baik, tidak saling menang-menangan, namun semua akan merasa menang, terakomodasi, serta mementingkan kepentingan bersama.
e.   Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. Butir ini menghendaki setiap keputusan yang diambil dalam musyawarah untuk diterima dan dilaksanakan dengan baik. Oleh sebab itu, sangat tidak demokratis apabila ada yang menolak atau merasa kalah dalam musyawarah, kemudian tidak mau melaksanakan keputusan bersama. Penolakan hasil pemilu, atau pemilihan pemerintah daerah yang sudah dilakukan dengan baik, juga wujud dari tidak bertanggung jawabnya sebagian masyarakat.
f.    Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Butir ini menghendaki prinsip musyawarah dalam memecahkan masalah bukan menang dan kalah, serta kepentingan golongan, tetapi dengan menggunakan akal sehat, tidak mabuk dan anarki, sesuai dengan hati nurani, kejujuran dan akal sehat merupakan cermin sikap taqwa kepada Tuhan, sehingga segala keputusan tidak akan bertentangan dengan hukum Tuhan dan kemashalatan umat manusia.
g. Keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

5.   Implementasi Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
 Sila ini mempunyai makna bahwa seluruh rakyat Indonesia mendapatkan perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi, kebudayaan, dan kebutuhan spiritual rohani sehingga tercipta masyarakat yang adil dan makmur. Butir-butir implementasi sila kelima adalah sebagai berikut:
a.   Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Butir ini menghendaki agar setiap warga negara berbuat baik satu sama lain. Perbuatan luhur dalam pengertian seperti apa yang diperintahkan Tuhan dan menjauhi yang dilarang. Perbuatan baik dan luhur tersebut dilaksanakan pada setiap manusia dengan cara saling membantu bergotong-royong, dan merasa manusia adalah bagian keluarga yang dekat dan layak dibantu, sehingga kehidupan setiap manusia layak dan terhormat.
b.   Bersikap adil. Butir ini menghendaki dalam melaksanakan kegiatan antarmanusia untuk tidak saling pilih kasih. Pengertian adil juga sesuai dengan kebutuhan manusia untuk hidup layak, dan tidak terdiskriminatif  terhadap sesama manusia yang akan ditolong.
c.   Mejaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Butir ini menghendaki bahwa manusia Indonesia jangan hanya mendahulukan hak-haknya seperti hak hidup bebas, berserikat, perlakuan yang sama, kepemilikan, dan lain-lain, tetapi menjaga kewajiban secara seimbang. Kewajiban yang harus dilakukan adalah berhubungan baik dengan sesama manusia, membela yang teraniaya, memberikan nasehat yang benar dan menghormati kebebasan beragama. Apabila kewajiban dan hak berjalan seiring, maka hidup damai dan rukun akan tercipta.
d.   menghormati hak-hak orang lain. Butir ini menghendaki setiap manusia untuk menghormati hak orang dan memberikan peluang orang lain dalam mencapai hak, dan tidak berusaha menghalang-halangi hak orang lain. Perbuatan seperti mencuri harta orang lain, menyiksa, pelit bersedekah, merusak tempat peribadatan agama lain, adalah contoh-contoh tidak menghormati hak orang lain.
e.   Suka memberi pertolongan kepada orang lain. Butir ini sebenarnya mengembangkan sikap dan budaya bangsa yang saling tolong menolong seperti gotong royong, dan menjauhkan diri dari sikap egois dan individualistis. Perbuatan seperti membantu orang buta menyeberang jalan, memberi makan anak yatim dan orang miskin, membuang sampah pada tempatnya, tidak merokok di sembarang tempat adalah contoh dari suka memberi pertolongan kepada orang lain.
f.    Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain. Butir ini menghendaki, manusia Indonesia bukanlah homo hominilupus (manusia yang memakan manusia lain). Manusia Indonesia tidak boleh memeras orang lain demi kepentingan sendiri. Contoh perbuatan memeras ini adalah melakukan perampokan, memberikan bunga terlalu tinggi kepada peminjam terutama kalangan orang kecil dan miskin, serta tidak memberikan upah yang layak kepada pekerja terutama buruh dan pembantu rumah tangga.
g.   Tidak bersikap boros. Butir ini menghendaki manusia Indonesia tidak memakai atau mengeluarkan uang, barang, dan sumber daya secara berlebih-lebihan. Pemborosan akan menguras sumber daya, menimbulkan banyak utang, dan menciptakan beban berat bagi masa depan.
h.   Tidak bergaya hidup mewah. Butir ini menghendaki manusia Indonesia untuk tidak bergaya hidup mewah, tetapi secukupnya sesuai dengan kebutuhan. Ukuran mewah memang relatif, namun dapat disejajarkan dengan tingkat kehidupan dan keadilan pada setiap strata kebutuhan manusia. Perbuatan membuang makanan, makan berlebihan, memakai pakaian, perumahan, dan mobil yang berlebihan, juga wujud kehidupan mewah.
i.    Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum. Butir ini menghendaki warga negara Indonesia menjaga kepentingan umum dan prasarana umum, sehingga sarana tersebut berguna bagi masyarakat luas. Perbuatan merusak telepon umum, rambu lalu lintas, mencuri kabel kereta api atau berkelahi antarwarga, siswa dan mahasiswa adalah perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
j.    Suka bekerja keras. Butir ini menghendaki warga negara Indonesia untuk bekerja keras, berusaha secara maksimal dan tidak hanya pasrah terhadap takdir. Sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhan, diwajibkan berusaha dan diiringin dengan doa. Tindakan seperti bolos kuliah, suka mencontek, meminta-minta, merupakan contoh tindakan yang tidak suka bekerja keras.

Implementasi Pancasila dalam kehidupan sebagaimana diuraikan di atas adalah merupakan penjabaran dari Pancasila sebagai pandangan dan ideologi Bangsa Indonesia. Menjadi kewajiban bangsa Indonesia untuk menerapkan dengan baik dan benar, sehingga kehidupan adil dan makmur dapat tercapai.


C.   Implementasi Pengembangan Nilai-Nilai Pancasila dalam Meningkatkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Nilai-nilai Pancasila sesungguhnya telah bersemayam dan berkembang dalam hati sanubari dan kesadaran bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila juga tercakup dalam penggalian dan pengembangan Nilai-Nilai Pancasila dalam Persatuan dan Kesatuan Bangsa sebagai berikut:

a.    Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Dalam kehidupan sehari-hari mereka mengembangkan sikap saling menghormati, memberi kesempatan dan kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, serta tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan masing-masing serta tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan dengan cara apapun kepada orang lain. Sikap tersebut mewarnai wawasan nasional yang dianut oleh bangsa Indonesia yang menghendaki keutuhan dan kebersamaan dengan tetap menghormati dan memberikan kebebasan dalam menganut dan mengamalkan agama masing-masing.
b.    Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, bangsa Indonesia mengakui, menghargai, dan memberikan hak dan kebebasan yang sama kepada setiap warganya untuk menerapkan hak asasi manusia (HAM). Namun kebebasan HAM tersebut tidak mengganggu dan harus menghormati HAM orang lain. Sikap tersebut mewarnai wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia yang memberikan kebebasan dalam mengekspresikan HAM dengan tetap mengingat dan menghormnati hak orang lain sehingga menumbuhkan toleransi dan kerja sama.

c.    Sila Persatuan Indonesia
Dengan sila Persatuan Indonesia, bangsa Indonesia lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Kepentingan masyarakat yang lebih luas harus lebih diutamakan daripada kepentingan golongan, suku maupun perorangan. Tetapi kepentingan yang lebih besar tersebut tidak mematikan atau meniadakan kepentingan golongan, suku bangsa maupun perorangan. Sikap tersebut mewarnai wawasan kebangsaan/wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia yang mengutamakan keutuhan bangsa dan negara dengan tetap memperhatikan, menghormati, dan menampung kepentingan golongan, suku bangsa maupun perorangan.

d.    Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Dengan sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, bangsa Indonesia mengakui bahwa pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama diusahakan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Ini berarti tidak tertutupnya kemungkinan dilakukannya pemungutan suara (voting) dan berarti tidak dilakukannya pemaksaan pendapat dengan cara apapun. Sikap tersebut mewarnai wawasan kebangsaan/wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia yang melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan tetap menghargai dan menghormati perbedaan pendapat.

e.    Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dengan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bangsa Indonesia mengakui dan menghargai warganya untuk mencapai kesejahteraan yang setinggi-tinginya sesuai hasil karya dan usahanya masing-masing. Tetapi usaha untuk meningkatkan kemakmuran tersebut tanpa merugikan apalagi menghancurkan orang lain. Kemakmuran yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia bukan kemakmuran yang tingkatannya sama bagi semua warganya. Sikap tersebut mewarnai wawasan kebangsaan/wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia yang memberikan kebebasan untuk mencapai kesejahteraan setinggi-tingginya bagi setiap orang dengan memperhatikan keadilan bagi daerah penghasil, daerah lain, orang lain sehingga tercapai kemakmuran yang memenuhi persyaratan kebutuhan minimal.

            Dari uraian di atas tampak bahwa wawasan kebangsaan atau wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia merupakan pancaran dari Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia. Karena itu, wawasan nasional Indonesia menghendaki terciptanya persatuan dan kesatuan tanpa menghilangkan ciri, sifat, dan karakter dari kebinekaan unsur-unsur pembentuk bangsa (suku bangsa, etnis, golongan serta daerah itu sendiri).

D.   Implementasi Pengembangan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Sila-Sila Pancasila
1.    Sila Ketuhan Yang Maha Esa:
1)    Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
2)    Hormat menghormat dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup
3)    Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
4)    Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain

2.    Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab:
1)    Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesame manusia
2)    Saling mencintai sesame manusia.
3)    Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepo seliro.
4)    Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5)    Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6)    Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
7)    Berani membela kebenaran dan keadilan
8)    Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. Sila Persatuan Indonesia:
1)    Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2)    Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara
3)    Cinta Tanah Air dan Bangsa.
4)    Bangga sebagai Bnagsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
5)    Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika
4.    Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakil:
1)    Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat.
2)    Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3)    Mengutamakan musyawarah untuk mufakat diliputi oleh semanagat kekeluargaan.
4)    Dengan itikat baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
5)    Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nuraini yang luhur.
6)    Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5.   Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia:
1)    Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluarga dan kegotongroyong.
2)    Bersikap adil.
3)    Menjaga keseimbangan antara hak dan keawjiban.
4)    Menghormati hak-hak orang lain.
5)    Suka memberikan pertolongan kepada orang lain
6)    Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7)    Tidak bersifat boros
8)    Tidak bergaya hidup mewah.
9)    Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10) Suka bekerja keras.
11) Menghargai hasil karya orang lain.
12) Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata berkeadilan sosial
E.   Implementasi Pengembangan Nilai-Nilai Pancasila dalam Tuntunan Tingkah Laku
Tuntunan Tingkah Laku Berdasarkan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
1.    Sebagai warga negara Indonesia, apakah kita percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.    Apakah kita percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama kita masing-masing.
3.    Apakah kita percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan kepercayaan kita masing-masing.
4.    Apakah kita selalu berusaha melaksanakan kepercayaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
5.    Apakah kita sudah berusaha agar selalu tercipta suasana hormat-menghormati antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
6.    Apakah kita sudah berusaha agar terjadi kerja sama dan toleransi antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
7.    Apakah kita menginginkan adanya kerukunan antara sesama pemeluk agama dan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 
8.    Apakah kita mengakui bahwa hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa merupakan hak pribadi yang paling hakiki.
9.    Apakah kita mengakui bahwa tiap warga negara bebas menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
10.  Apakah kita tidak penganut kepercayaan memaksa orang lain untuk memeluk agama dan mengikuti kepercayaan kita.

Tuntunan Tingkah Laku Berdasarkan Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
1.    Apakah kita mengakui bahwa kita sama-sama mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
2.    Apakah kita percaya bahwa kita sederajat.
Apakah kita
3.    sadar bahwa kita sama dalam hak dan kewajiban.
4.    Apakah kita sadar bahwa kita memiliki hak yang sama.
5.    Apakah kita membeda-bedakan suku.
6.    Apakah kita membeda-bedakan keturunan.
7.    Apakah kita membeda-bedakan manusia berdasarkan agama dan kepercayaan.
8.    Apakah kita membedakan manusia berdasarkan jenis kelaminnya.
9.    Apakah kita membeda-bedakan manusia berdasarkan kedudukan social.
10.  Apakah kita membeda-bedakan manusia berdasarkan warna kulit.
11.  Apakah kita selalu mengembangkan sikap mencintai sesama manusia.
12.   Apakah kita selalu mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa selira.
13.  Apakah kita semena-mena kepada orang lain.
14.  Apakah kita selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
15.  Apakah kita gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
16.  Apakah kita berani membela kebenaran dan keadilan dengan penuh kejujuran.
17.  Apakah kita mengakui bahwa bangsa Indonesia merupakan kesatuan dan menjadi bagian dari seluruh umat manusia.
18.  Apakah kita saling menghormati dengan bangsa lain.
19.  Apakah kita saling bekerjasama dengan bangsa lain.

Tuntunan Tingkah Laku Berdasarkan Sila Persatuan Indonesia
1.    Apakah kita menempatkan kepentingan persatuan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2.    Apakah kita telah menempatkan kepentingan kesatuan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
3.    Apakah kita menempatkan keselamatan bangsa dan Negara di atas keselamatan pribadi dan golongan.
4.    Apakah kita sanggup berkorban untuk bangsa dan Negara.
5.    Apakah kita rela berkorban untuk Negara dan bangsa apabila diperlukan.
6.    Apakah kita mencintai tanah air Indonesia.
7.    Apakah kita mencintai bangsa Indonesia.
8.    Apakah kita bangga berkebangsaan Indonesia.
9.    Apakah kita bangsa bertanah air Indonesia.
10.  Apakah kita ingin memelihara ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi.
11.  Apakah kita ingin memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi.
12.  Apakah kita ingin memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan keadilan social.
13.  Apakah kita menjunjung tinggi persatuan berdasarkan prinsip Bhineka Tunggal Ika.
14.  Apakah kita ingin memajukan pergaulan untuk kepentingan kesatuan bangsa.
15.  Apakah kita ingin memajukan pergaulan untuk kepentingan kesatuan bangsa.

Tuntunan Tingkah Laku Berdasarkan Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
1.    Apakah kita mengakui bahwa manusia Indonesia mempnyai kedudukan yang sama.
2.    Apakah kita mengakui bahwa manusia Indonesia memiliki hak yang sama.
3.    Apakah kita mengakui bahwa manusia Indonesia memiliki kewajiban yang sama.
4.    Apakah kita mengutamakan kepentingan Negara.
5.    Apakah kita mengutamakan kepentingan masyarakat.
6.    Apakah kita tidak memaksakan kehendak kita kepada pihak lain.
7.    Apakah kita selalu bermusyawarah dalam mengambil keputusan mengenai kepentingan bersama.
8.    Apakah kita selalu mendahulukan kepentingan bersama dan membelakangkan kepentingan pribadi.
9.    Apakah kita selalu berusaha mencapai mufakat dalam permusyawaratan.
10.  Apakah dalam bermusyawarah kita selalu menggunakan akal sehat.
11.  Apakah dalam bermusyawarah kita selalu didorong oleh semangat kekeluargaan.
12.  Apakah kita selalu menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil musyawarah.
13.  Apakah kita selalu menerima setiap keputusan yang tidak diambil bersama.
14.  Apakah kita selalu melaksanakan setiap keputusan yang telah diambil bersama.
15.  Apakah kita selalu melaksanakan keputusan, apakah selalu dilandasi dengan itikad baik.
16.  Dalam melaksanakan keputusan, apakah kita selalu melakukannya dengan penuh rasa tanggung jawab.
17.  Apakah kita selalu menyesuaikan permusyawaratan yang kita lakukan dengan budi nurani yang luhur.
18.  Apakah kita selalu mempertanggungjawabkan keputusan dalam musyawarah yang kita lakukan secara moral.
19.  Apakah kita yakin bahwa keputusan yang kita ambil dalam musyawarah dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
20.  Apakah keputusan yang kita ambil dalam musyawarah dapat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
21.  Apakah keputusan yang kita ambil dapat menjunjung tinggi nilai kebenaran.
22.  Apakah keputusan yang kita ambil dapat menjunjung tinggi nilai keadilan.
23.  Apakah keputusan yang diambil sudah mengutamakan kepentingan persatuan dan kesatuan.
24.  Apakah keputusan yang diambil mengutamakan kepentingan bersama.
25.  Apakah kita mempercayai wakil-wakil kita yang duduk di badan-badan perwakilan.
26.  Apakah kita menjunjung tinggi prinsip bahwa rakyat yang berdaulat.
27.  Apakah kita mengakui bahwa kedaulatan rakyat itu berada pada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Tuntunan Tingkah Laku   Berdasarkan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Mengingatkan kita agar:
1.    menyadari adanya hak yang sama untuk menciptakan keadilan social dalam hidup di masyarakat.
2.    menyadari adanya kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan social dalam hidup di masyarakat.
3.    Menyadari apakah kita telah berusaha untuk mengembangkan perbuatan yang luhur.
4.    Menyadari Apakah kita menjunjung tinggi sikap kekeluargaan.
5.    Menyadari Apakah kita selalu mengusahakan adanya suasana kekeluargaan.
6.    Menyadari Apakah kita menjunjung tinggi sikap gotong royong.
7.    Menyadari Apakah kita selalu mengusahakan adanya suasana gotong royong.
8.    Menyadari Apakah kita bersikap adil terhadap sesama.
9.    Apakah kita selalu menjaga adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban.
10.    Menyadari Apakah kita telah berusaha mneghormati hak orang lain.
11.    Menyadari Apakah kita berusaha menolong orang agar orang itu dapat berdiri sendiri.
12.    Menyadari Apakah kita kita mempergunakan hak milik kita untuk memeras orang
13.    Menyadari Apakah kita hemat.
14.    Menyadari Apakah kita bersikap ekonomis.
15.    Menyadari Apakah kita pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan umum.
16.    Menyadari Apakah kita suka bekerja keras.
17.    Menyadari Apakah kita menghargai hasil karya orang lain.
18.    Menyadari Apakah kita selalu berusaha untuk maju.
19.    Menyadari Apakah kita selalu mengusahakan kesejahteraan bersama.
20.    Menyadari Apakah kita  selalu berusaha mewujudkan kemajuan yang merata.
21.    Menyadari Apakah kita selalu berusaha mewujudkan keadilan social.
Seluruh butir tuntunan tingkah laku tersebut merupakan kebulatan yang utuh, sebagaimana halnya sila-sila Pancasila. Oleh karena itu, pelaksanaannya sebagai tuntunan pun harus dilakukan secara menyeluruh. Yakinlah bahwa kita semua pernah melakukan tuntunan itu di masa lalu, yang mungkin pelaksanaannya secara sambil lalu atau tidak disengaja dan belum direncanakan dengan sesama.
Sekarang dengan ditunjukkannya tuntunan tingkah laku yang dengan jelas dihadapan kita. Mudahan-mudahan membuka kesadaran kita semua bahwa ukuran tentang sesuatu yang baik dan benar bagi kepentingan nasional sudah jelas. Tergantung kepada kita, ada kesediaan dan kemauan untuk mendekatinya, mempraktekkannya, atau tidak.
Dengan mengunakan tuntunan tersebut--secara sadar, segaja dan berencana--kita secara bertahap dapat meningkatkan penghayatan dan pengamalan Pancasila, yang akhirnya sampai pada tingkat kita pantas tersebut sebagai warga Negara Indonesia yang bertanggungjawab. Pada saat itu, tingkah laku kita telah sesuai atau mendekati sesuai dengan tuntunan yang di tetapkan.

Dari seluruh uraian di muka perlu disarikan sebagai berikut:
1.    Pancasila sebagai nila luhur bangsa Indonesia telah ada sejak dahulu kala dan terumus secara formal dalam pembukaan UUD 1945.
2.    Antara Pancasila, Proklamasi, UUD 1945, dan ketetapan-ketetapan MPR merupakan satu kesatuan.
3.    Sila-sila Pancasila merupakan sesuatu yang bulat dan utuh.
4.    Pelaksanaan dan pengamalan Pancasila hendaknya selalu berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang berlaku, mualai dari ketentuan tertinggi (Pembukaan UUD 1945) sampai dengan ketentuan yang terendah(Lihat ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1996, jo ketetapan MPR No V/MPR/1973.
5.    Apabila dalam pelaksanaan penghayatan dan pengamalan Pancasila terdapat hal-hal yang tidak/kuarang jelas, hendaknya di musyawarahkan bersama dan disalurkan melalui lembaga-lembaga yang ada.
Sebagai penutup perlu dikemukakan bahwa dengan mempergunakan ke-93 pertanya dimuka, yang ditujukan pada diri kita sendiri, mudah-mudahan dapat merupakan sarana untuk mengukur harkat dan martabat kita masing-masing baik orang-seorang, sebagai warga Negara, maupun sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Mudah-mudahan kita siap untuk meningkatkan kadar kita itu dan selanjutnya menularkan kepada keluarga dan handai taulan kita secara berangsur-angsur dan berkesenambungan.